- Erich von Däniken
Pelaut pertama Eropa yang mendarat di  pulau Easter pada awal abad ke delapanbelas hampir-hampir tidak dapat  mempercayai penglihatannya sendiri. Di bagian dunia yang kecil ini,  2.350 mil dari pantai Chili, mereka melihat ratusan patung besar-besar  tersebar di seluruh pulau. Gunung yang besar-besar diubah bentuknya,  batu vulkanis yang bagaikan baja dipotong-potong bagaikan memotong  mentega layaknya dan 10.000 ton batu karang besar-besar bertebaran di  mana-mana. Ratusan patung besar di antaranya ada yang tinggi nya antara  33 sampai 66 kaki dan beratnya kurang lebih 50 ton, selamanya menatap  muka para pengunjung masa sekarang, seolah-olah menantang, bagaikan  robot yang sedang menanti untuk digerakkan lagi.Semua raksasa ini  memakai topi, tetapi topi-topi inipun tidak banyak membantu menjelaskan  dari mana asalnya patung-patung ini. Batu untuk topi-topi itu yang  beratnya ada yang lebih dari sepuluh ton satu balok letaknya jauh dari  bagian badannya. Di samping itu, topi tersebut harus dikerek ke atas  setinggi masing-masing patung.
Ketika itu ditemukan juga  lembaran-lembaran sejarah dari kayu bertuliskan huruf Mesir Kuno.Tetapi  sekarang tidaklah mungkin untuk menemukan lebih dari fragmen-fragmen  lembaran sejarah itu di semua musium di dunia ini. Dari yang masih ada  itu tidak ada satupun yang sudah diterjemahkan. Menurut penyelidikan  Thor eyerdahl, raksasa-raksasa misterius ini berasal dari tiga zaman.  Yang tersempurna dari tiga kebudayaan itu ialah yang tertua. Heyerdahl  menetapkan sisa-sisa orang kayu yang ia temukan berasal dari tahun 400  sesudah masehi. Masih belum dapat dibuktikan sampai sekarang, apakah  tempat-tempat perapian dan sisasisa tulang ada hubungannya dengan patung  raksasa itu. Heyerdahl menemukan ratusan patung yang belum selesai di  dekat tebing batu karang dan dekat pinggiran kawah. Ribuan perkakas  terbuat dari batu, berserakan di mana-mana, seolah-oleh pekerjaan telah  ditinggalkan secara mendadak.
Pulau Easter letaknya jauh dari benua  mana pun, atau dari peradaban apapun. Penduduk aslinya lebih mengenal  bulan dan bintang-bintang dari pada penduduk negara mana pun. Di atas  pulau kecil yang berbatubatu vulkanis ini, tidak tumbuh sebatang  pohonpun. Di sinipun sudah tentu keterangan bahwa batu-batu raksasa  diangkut ke sana dengan jalan mendorongnya di atas kayu-kayu gelondongan  tidak berlaku. Di samping itu, pulauEaster ini hampir tak mungkin dapat  memberi makan penduduknya yang pada waktu itu di taksir 2000 jiwa.  Sekarang di pulau itu terdapat beberapa ratus orang penduduk.
Impor sandang pangan untuk keperluan  tukang-tukang batu di waktu itu hampir tak masuk akal. Kalau begitu  siapa yang memotong batu untuk patung dan siapa yang memahatnya,  mengukirnya, dan siapa yang mengangkutnya ke tempat sejauh bermil-mil  tanpa gelondongan? Bagaimana menghiasnya, memolesnya, dan mendirikannya?  Bagaimana cara memasangkan topi yang didatangkan dari berbagai tempat  itu? Karena kurangnya tenaga kerja di pulau Easter, maka sistem  “holopis-kuntul baris” yang di praktekkan di Mesir terhadap ratusan ribu  tenaga kerja dalam pembangunan piramida, tak dapat kita bayangkan  kemungkinannya. Bahkan 2000 orang yang bekerja siang dan malam pun, tak  akan cukup untuk memahat patung-patung raksasa ini dari batu-batu  vulkanis yang keras bagaikan baja ‘dengan perkakas yang sangat  sederhana. Harus diingat pula bahwa sedikitnya sebagian dari penduduk  harus mengolah tanah yang tandus itu, harus mencari ikan, harus menenun  pakaian dan membuat tali. Jadi, patung-patung raksasa itu tak mungkin  telah dibuat oleh 2000 orang penduduk pulau itu.

Jumlah penduduk yang lebih besar dari  itu, tak masuk akal di pulau Easter. Lalu siapa gerangan yang telah  menyelesaikan pekerjaan itu? Dan bagaimana caranya? Dan mengapa  patung-patung itu didirikan di sekitar pinggiran pulau?. Mengapa bukan  di pedalamannya?. Peribadatan apakah yang dilaksanakan orang dengan  patung-patung itu? Sangat disayangkan, bahwa para pembawa kabar injil  dari Eropa pun tak dapat membantu menyingkap tabir kegelapan pulau itu.  Mereka telah membakar lembaran sejarah yang bertuliskan huruf-huruf  Mesir Kuno; mereka melarang peribadatan kuno, penyembahan patung-patung  itu, dan menghapuskan segala jenis tradisi. Namun demikian, sebagai  orang-orang soleh, mereka tak dapat melarang penduduk asli menyebut  pulau itu “Tanah Manusia Burung”. Sekarang pun pulau itu disebut  demikian. Dongeng rakyat yang diceri terakan dari mulut ke mulut  turun-temurun, mengatakan bahwa di zaman purbakala, manusia bersayap  mendarat dan menyalakan api di sana. Dongeng ini diperkuat oleh  patung-patung makhluk terbang bermata besar dan menatap. Mau tak mau  kita akan menghubung-hubungkan pulau Easter ini dengan Tiahuanaco. Di  Tiahuanaco seperti juga halnya di Easter terdapat patung raksasa batu  yang stylenya sama.
Baik di Tiahuanaco maupun di Easter,  patung-patung itu berwajah angkuh tetapi sabar. Ketika Francisco Piqarro  mewawancarai orang-orang Inca tentang Tiahuanaco dalam tahun 1532,  mereka mengatakan, tiada seorangpun pernah melihat keamanan. Kota itu  porak-poranda karena Tiahuanaco di bangun di waktu malam dalam sejarah  umat manusia. Pulau Easter dalam hikayat-hikayat disebut “pusat dari  dunia”. Jarak antara Tiahuanaco dan pulau Easter ialah 3.125 mil.  Bagaimana mungkin kebudayaan Tiahuanaco mengilhami kebudayaan pulau  Easter atau sebaliknya ? Barangkali mitologi pra Inca dapat memberikan  petunjuk-petunjuk. Menurut mitologi ini, dewa pencipta bernama  Viracocha, adalah seorang dewa utama purbakala. Menurut hikayat,  Viracocha menciptakan makhluk dunia ketika dunia ini belum mempu nyai  matahari masih gelap gulita. Ia mencipta dan memahat suatu ras raksasa  dari batu, dan karena raksasaraksasa ini mengecewakan Viracocha, maka  ditenggelamkannya semua raksasa itu ke dalam suatu air bah yang dalam.  Kemudian ia terbitkan matahari dan bulan di atas Danau Titicaca,  sehingga dunia menjadi terang benderang, ya, kemudian bacalah ini dengan  teliti: Ia membentuk manusia dan binatang dari tanah liat di Tiahuanaco  dan memberinya nyawa. Kemudian ia mengajar makhluk-makhluk hidup  ciptaannya ini; bahasa, adat istiadat, dan kesenian. Akhirnya ia  terbangkan sebagian di antaranya ke berbagai benua, yang ia harapkan  untuk dihuni oleh makhluk- makhluk hidup itu. Setelah itu dewa Viracocha  disertai dua orang pembantunya mengadakan kunjungan ke berbagai negara  untuk mencek apakah instruksi-instruksinya dilaksanakan dan bagaimana  hasilnya.
Dengan menyamar sebagai orang tua,  Viracocha berkelana di atas pegunungan Andes sepanjang pantai, di mana  ia sering tidak disambut dengan baik. Suatu waktu di Cacha, ia demikian  kecewa terhadap penyambutan dirinya sehingga ia marah dan membakar suatu  tebing batu karang, dan tak lama kemudian membakar seluruh negeri.  Kemudian orang-orang yang tak mengenal rasa syukur memohon  pengampunannya.Viracocha menerima dan memadamkan api itu hanya dengan  satu gerak isyarat. Viracocha meneruskan perjalanannya,memberikan  instruksi-instruksi,dan nase hat-nasehat. Sebagai hasil dari kunjungan  dan instruksinya itu, banyak kuil yang didirikan baginya. Akhirnya di  pantai profinsi Manta ia mengucapkan selamat tinggal dan menghilang  dengan mengendarai gelombang-gelombang di atas samudra, tetapi bermaksud  akan kembali lagi suatu waktu.
Para pemenang perang dari Spanyol, yang  menaklukkan Amerika Tengah dan Selatan mendengar hikayat Viracocha itu  di setiap daerah yang ditaklukkannya di mana sebelumnya mereka tak  pernah mendengar ceritera tentang orang-orang kulit putih bertubuh  raksasa yang datang dari suatu tempat di udara. Cukup mengherankan,  mereka belajar mengenal suatu ras keturunan matahari yang mengajar  segala jenis seni kepada umat manusia dan kemudian lenyap kembali. Dalam  segala hikayat yang pernah didengar orang-orang Spanyol, ada kepastian  bahwa putera-putera matahari ini akan datang kembali. Sekalipun benua  Amerika itu tempat kebudayaan purbakala, namun pengetahuan kita tentang  Amerika hanya sampai 1000 tahun ke belakang. Bagi kita masih tetap  merupakan suatu rahasia, mengapa pada tahun 3000 sebelum masehi orang  orang Inca menanam kapas di Peru, padahal mereka tidak mempunyai  perkakas tenun dan tidak mengetahui teknik bertenun. Orang Maya membuat  jalan, tetapi tidak pernah menggunakan kendaraan beroda sekalipun mereka  mengetahui bagaimana membuatnya.
Kalung lima untai dari permata hijau yang  fantastis itu, yang terdapat dalam piramida pusara dari Tikal di  Guatemala itu pun merupakan sesuatu yang ajaib. Disebut ajaib karena  permatanya berasal dari negeri Cina. Patung-patung dari Olmec pun luar  biasa. Patung-patung yang kepalanya berhelm indah itu, hanya dapat di  kagumi di tempat mana dia ditemukan; karena beratnya luar biasa, tak  akan ada satu jembatan pun yang dapat menahannya dalam pengangkutan  patung itu ke salah satu musium. Kita hanya dapat mengangkat  monolit-monolit kecil yang beratnya hanya lima puluh ton atau kurang,  itupun harus dengan alat-alat angkat dan angkutan yang paling mutakhir.  Alat-alat teknik yang kita miliki sekarang ini akan berantakan bila  digunakan untuk mengangkat dan mengangkut muatan yang beratnya ratusan  ton seperti patung-patung itu. Tetapi nenek-moyang kita dapat mengangkut  dan mengukir batu-batu itu. Bagaimana ya? Malah nampaknya seolah-olah  orang purbakala itu gemar sekali menyulap patung raksasa itu melintasi  bukit dan lembah. Orang-orang Mesir purbakala mengambil batu tugunya  dari Aswan, para arsitek dari Stonehenge mengambil balok-balok batunya  dari Wales dan Malborough, tukang batu dari pulau Easter mengambil batu  untuk patung-patung raksasanya dari tambang galian yang jauh dari  tempatnya sekarang.
Tiahuanaco
Tiada seorang pun sekarang mengetahui  dari mana asalnya sebagian dari monolit-monolit di Tiahuanaco. Nenek  moyang kita itu tentunya orang-orang aneh. Mereka senang sekali membuat  barang-barang yang bagi mereka sendiri sukar. Mereka selalu mendirikan  patung di tempat-tempat yang paling sulit baginya. Apakah mereka  menyukai kehidupan yang berat? Saya tidak percaya bahwa para artis dari  masa silam kita pernah berbuat sebodoh itu. Sebenarnya mereka dapat  dengan mudah mendirikan patung dan kuil-kuil itu di dekat tambang galian  batunya, jika tradisi kuno tidak mengharuskan mendirikannya di tempat  yang patut untuk itu. Juga saya yakin bahwa benteng orang-orang Inca di  Sacsakuaman yang dibangun di atas Cuqqo, tidak secara kebetulan,  melainkan karena tradisi mereka menentukan bahwa tempat itu merupakan  tempat suci.
Saya juga yakin bahwa di tempat mana  ditemukan bangunan monumen yang paling kuno, di sana akan terdapat  peninggalan peninggalan paling menarik dan paling penting; belum  terjamah, ada di bawah tanah; yakni peninggalan yang mungkin penting  sekali bagi kelanjutan perkembangan dalam bidang penerbangan ruang  angkasa masa kini. Angkasawan-angkasawan yang tak di kenal itu pasti  berpandangan lebih jauh daripada kita sekarang. Mereka yakin bahwa pada  suatu waktu orang akan terbang menuju alam semesta atas inisitatifnya  sendiri dan menggunakan kemahirannya sendiri. Adalah suatu fakta sejarah  yang sudah diketahui umum, bahwa para cendekiawan kita selalu mencari  orang-orang yang mempunyai perhatian yang sama, mencari rekan sesama  cendekiawan di dalam kosmos. Pemancar-pemancar masa kini sudah mulai  mengirimkan pulsa-pulsa radio pertama kepada cendekiawan yang belum kita  kenal. Kita masih belum mengetahui kapan kita mendapat jawaban;  sepuluh, limabelas atau serutus tahun lagi.
Bahkan kita tidak mengetahui ke bintang  mana harus kita tujukan pesan kita itu, karena kita tidak mengetahui  planet mana yang paling banyak menaruh perhatian kepada kita. Di manakah  isyarat-isyarat kita itu akan diterima oleh cendekiawan yang serupa  dengan manusia? Kita tidak tahu, Namun demikian banyak hal yang  memperkuat dugaan kita bahwa informasi yang dibutuhkan untuk mencapai  tujuan kita ada di bumi kita sendiri. Kita sedang berusaha sekuat tenaga  untuk menetralisir daya gravitasi. Kita sedang membuat eksperimen  dengan partikelpartikel elementer dan Antimatter. Apakah kita telah  cukup banyak berbuat untuk menemukan data yang terpendam dalam bu mi  kita, sehingga kita akhirnya dapat menentukan tanah asal kita ? Kalau  kita perhatikan segala sesuatu itu dengan sungguh-sungguh, banyak hal  yang dulu sulit cocoknya dengan mosaik masa lampau kita itu; sekarang  malah menjadi masuk akal.
Bukan saja petunjuk-petunjuk yang relevan  dalam naskah-naskah purbakala, melainkan juga “fakta-fakta kuat” yang  terdapat di seluruh pelosok bumi membuka dirinya terhadap pandangan  kritis. Akhirnya, kita mempunyai alasan untuk berpendapat demikian. Oleh  karena itu, wawasan manusia itu akhirnya menyadari bahwa dasar  kebenaran eksistensinya sampai sekarang dan segala perjuangannya untuk  maju benar-benar harus belajar dari masa silam supaya ia dapat  menyiapkan diri untuk mengadakan hubungan dengan eksistensi di ruang  angkasa. Sekali hal itu terjadi, maka individualis yang paling cerdik  dan paling tangguh harus mengerti bahwa segenap tugas umat manusia itu  ialah me nempati alam semesta, dan segenap tugas rokhaniah manusia  terletak dalam pengabdian dari seluruh usahanya dan pengalaman  praktisnya.
Dengan demikian, janji para “dewa” bahwa  damai di bumi dan bahwa jalan ke sorga terbulka, dapat menjadi  kenyataan. Apabila wewenang kekuasaan dan intelek yang ada diabdikan  kepada penyelidikan ruang angkasa, maka hasil-hasilnya akan membuat  kemustahilan perang di bumi menjadi terang. Apabila semua ras, semua  orang, semua bangsa bersatu dalam tugas supranasional, yakni untuk  membuat perjalanan ke planet-planet yang jauh menjadi teknis yang dapat  dilaksanakan, maka bumi ini dengan segala problema-problema mininya akan  kembali ke dalam hubungannya yang benar dengan proses-proses kosmis.  Para akhli ilmu gaib boleh mematikan lampu gaibnya, para alkemi boleh  menghancurkan cawan-cawannya, perhimpunan-perhimpunan persaudaraan  rahasia boleh mencopot topitopinya.
Sekarang sudah tidak mungkin lagi untuk  mengibuli orang-orang yang sudah bertahun-tahun dibohongi Sekali alam  semesta membuka pintunya, kita akan mendapat masa depan yang lebih baik.  Saya mendasarkan alasan saya untuk meragukan interpretasi tentang masa  silam kita yang jauh pada pengetahuan yang telah ada sekarang. Jika saya  mengakui bahwa saya skeptis atau ragu-ragu, maka yang saya maksudkan  dengan kata skeptis itu ialah seperti yang diartikan oleh Thomas Mawn  dalam ceramahnya pada tahun dua puluhan: “Hal yang positif tentang  skeptis ialah, bahwa ia menganggap segala sesuatu mungkin.
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar