Desa Lemo memiliki keunikan tersendiri. Tongkonan dan kubur batu yang berada di tebing curam menjadi daya tarik desa ini.
Kubur tebing batu

Tebing menjadi kubur

Kubur tebing batu

Lubang kubur batu dan Tau tau
Tongkonan
Tongkonan adalah rumah khas masyarakat Tana Toraja di Sulawesi  Selatan dan sebagai rumah adat dengan ciri rumah panggung dari kayu  dimana kolong di bawah rumah biasanya dipakai sebagai kandang kerbau.  Atapnya rumah tongkonan dilapisi ijuk hitam dan bentuknya melengkung  persis seperti perahu telungkup dengan buritan.
Semua rumah tongkonan yang berdiri berjejer akan mengarah ke utara.  Arah tongkonan yang menghadap ke utara serta ujung atap yang runcing ke  atas melambangkan leluhur mereka yang berasal dari utara. Ketika nanti  meninggal mereka akan berkumpul bersama arwah leluhurnya di utara.
Berdasarkan penelitian arkeologis, orang Toraja berasal dari Yunan,  Teluk Tongkin, Cina. Pendatang dari Cina ini kemudian berakulturasi  dengan penduduk asli Sulawesi Selatan. Kata 
tana artinya 
negeri, sedangkan kata 
toraja berasal dua kata yaitu 
tau (
orang) dan 
maraya  (orang besar atau bangsawan). Kemudian penggabungan kata-kata tesebut  bermakna tempat bermukimnya suku Toraja atau berikutnya dikenal sebagai  Tana Toraja.
Tongkonan berasal dari kata tongkon yang bermakna menduduki atau  tempat duduk. Dikatakan sebagai tempat duduk karena dahulu menjadi  tempat berkumpulnya bangsawan Toraja yang duduk dalam tongkonan untuk  berdiskusi. Rumah adat ini mempunyai fungsi sosial dan budaya yang  bertingkat-tingkat di masyarakat. Awalnya merupakan pusat pemerintahan,  kekuasaan adat, sekaligus perkembangan kehidupan sosial budaya  masyarakat Toraja.
Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual adat  yang berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan  spiritual mereka. Oleh karena itu, semua anggota keluarga diharuskan  ikut serta sebagai lambang hubungan mereka dengan leluhur.
Masyarakat Toraja menganggap rumah tongkonan sebagai ibu, sedangkan  alang sura (lumbung padi) sebagai bapak. Tongkonan berfungsi untuk rumah  tinggal, kegiatan sosial, upacara adat, serta membina kekerabatan.  Bagian dalam rumah dibagi tiga bagian, yaitu bagian utara, tengah, dan  selatan. Ruangan di bagian utara disebut tangalok yang berfungsi sebagai  ruang tamu, tempat anak-anak tidur, serta tempat meletakkan sesaji.  Ruangan sebelah selatan disebut sumbung, merupakan ruangan untuk kepala  keluarga tetapi juga dianggap sebagai sumber penyakit. Ruangan bagian  tengah disebut Sali yang berfungsi sebagai ruang makan, pertemuan  keluarga, dapur, serta tempat meletakkan orang mati.

Rumah tradisional Tongkonan di Lemo
Di depan tongkonan terdapat lumbung padi, yang disebut ‘alang‘.  Tiang-tiang lumbung padi ini dibuat dari batang pohon palem (‘bangah‘)  yang licin, sehingga tikus tidak dapat naik ke dalam lumbung. Di bagian  depan lumbung terdapat berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan  matahari, yang merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara.
Mayat orang mati masyarakat Toraja tidak langsung dikuburkan tetapi  disimpan di rumah tongkonan. Agar mayat tidak berbau dan membusuk maka  dibalsem dengan ramuan tradisional yang terbuat dari daun sirih dan  getah pisang. Sebelum upacara penguburan, mayat tersebut dianggap  sebagai ‘orang sakit‘ dan akan disimpan dalam peti khusus. Peti mati  tradisional Toraja disebut 
erong yang berbentuk kerbau  (laki-laki) dan babi (perempuan). Sementara untuk bangsawan berbentuk  rumah adat. Sebelum upacara penguburan, mayat juga terlebih dulu  disimpan di alang sura (lumbung padi) selama 3 hari.
 
Atap tongkonan berselimut lumut dan tanaman hijau lainnya
 Ada beberapa jenis rumah adat togkonan, antara lain  
tongkonan layuk (
pesio’aluk),  yaitu tempat menyusun aturan-aturan sosial keagamaan. 
Tongkonan pekaindoran (
pekamberan atau
 kaparengngesan), yaitu berfungsi sebagai tempat pengurus atau pengatur pemerintahan adat. Ada juga 
batu a’riri yang berfungsi sebagai tongkonan penunjang yang mengatur dan membina persatuan keluarga serta membina warisan.
Tongkonan milik bangsawan Toraja berbeda dengan dari orang umumnya.  Yaitu pada bagian dinding, jendela, dan kolom, dihiasi motif ukiran yang  halus, detail, dan beragam. Ada ukiran bergambar ayam, babi, dan  kerbau, serta diselang-seling sulur mirip batang tanaman.
Menurut cerita masyarakat setempat bahwa tongkonan pertama itu dibangun oleh Puang Matua atau 
sang pencipta di surga.  Dulu hanya bangsawan yang berhak membangun tongkonan. Selain itu, rumah  adat tongkonan tidak dapat dimiliki secara individu tapi diwariskan  secara turun-temurun oleh marga suku Toraja.
Lumbung padi, tiang-tiangnya dibuat dari batang pohon palem (
bangah)  yang licin, sehingga tikus tidak dapat naik ke dalam lumbung. Di bagian  depan lumbung terdapat berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan  matahari  yang merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara.
Ukiran khas Toraja bermakna hubungan masyarakat Toraja dengan  pencipta-Nya, dengan sesama manusia (lolo tau), ternak (lolo patuon),  dan tanaman (lolo tananan). Ukiran tersebut digunakan sebagai dekorasi  eksterior maupun interior rumah mereka.

Motif ukiran di dinding kayu tongkonan
Saat melihat rumah adat ini, ada ciri lain yang menonjol yaitu kepala  kerbau menempel di depan rumah dan tanduk-tanduk kerbau pada tiang  utama di depan setiap rumah. Jumlah tanduk kepala kerbau tersebut  berbaris dari atas ke bawah dan menunjukan tingginya derajat keluarga  yang mendiami rumah tersebut. Di sisi kiri rumah yang menghadap ke arah  barat dipasang rahang kerbau yang pernah di sembelih. Di sisi kanan yang  menghadap ke arah timur dipasang rahang babi.
Ornamen tanduk kerbau di depan tongkonan melambangkan kemampuan  ekonomi sang pemilik rumah saat upacara penguburan anggota keluarganya.  Setiap upacara adat di Toraja seperti pemakaman akan mengorbankan kerbau  dalam jumlah yang banyak. Tanduk kerbau kemudian dipasang pada  tongkonan milik keluarga bersangkutan. Semakin banyak tanduk yang  terpasang di depan tongkonan maka semakin tinggi pula status sosial  keluarga pemilik rumah tongkonan tersebut.
Ornamen rumah tongkonan berupa tanduk kerbau serta empat warna dasar  yaitu: hitam, merah, kuning, dan putih yang mewakili kepercayaan asli  Toraja (Aluk To Dolo). Tiap warna yang digunakan melambangkan hal-hal  yang berbeda. Warna 
hitam melambangkan kematian dan kegelapan. 
Kuning adalah simbol anugerah dan kekuasaan ilahi. 
Merah adalah warna darah yang melambangkan kehidupan manusia. Dan, 
putih adalah warna daging dan tulang yang artinya suci.
Rumah tongkonan rata-rata dibangun selama tiga bulan dengan sepuluh  pekerja. Kemudian ditambah proses mengecat dan dekorasi satu bulan  berikutnya. Setiap bagian tongkonan melambangkan adat dan tradisi  masyarakat Toraja. Sumber materi tulisan: http:www.indonesia.travel

Kepala kerbau dan ayam berteman sebagai simbol